Dalam Hadis Nabi SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dan At-Thabrani dari Jabir dan Abu Sa'id :
Berhati-hatilah engkau terhadap perbuatan ghibah (ngerasani). Karena sesungguhnya ghibah itu lebih dahsyat dari pada perbuatan zina. Beliau ditanya oleh salah seorang sahabat: Bagaimana bisa begitu? Rasulullah SAW lalu menjawab: Sesungguhnya seseorang itu muslim berbuat zina, tetapi dia lalu bertaubat dan taubatnya diterima oleh Allah. Tetapi orang yang ngerasani itu tidak dapat diampuni oleh Allah, sebelum orang yang dirasani itu mengampuni.
Maka berhati-hatilah membahas keburukan orang lain, dosa membahas kejelekkan orang lain (Ghibah) dalam Islam itu lebih besar dari pada berbuat zina sebanyak tiga puluh kali.
Arti ghibah ialah membahas persoalan orang lain yang apabila orang itu mendengarnya sangat tidak menyukainya. Apabila engkau berbuat yang demikian itu, berarti engkau adalah orang yang membahas kejelekkan orang lain dan dzalim atau berbuat aniaya terhadapnya, meskipun apa yang engkau bicarakan itu benar-benar ada pada diri orang tersebut.
Hindarilah cara-cara ghibah yang dilakukan oleh ulama yang sok pamer, yaitu ghibah (mengungkapkan kejelekkan orang lain) dengan cara menggunakan kata-kata yang tidak terang-terangan tetapi cukup membuat penasaran, seperti halnya ucapan: "Semoga Allah memperbaiki perilakunya", "Saya benar-benar sedih apa yang dia lakukan-nya" atau "kami minta kepada Allah, mudah -mudahan dia berkenan memperbaiki kami dan dia.
Ucapan-ucapan seperti itu mengandung dua kejelekkan. pertama terdapat unsur ghibah, karena dari ucapan itu terdapat unsur ghibah, karena dari ucapan itu dapat dimengerti yang menjadi obyek ucapan adalah orang yang tidak baik. Kedua terdapat unsur mensucikan diri sendiri, memuji diri dengan gaya seolah-olah dia tidak memiliki dosa dan selalu memuji
Tetapi apabila bermaksud dengan mengucapkan kata-kata seperti tersebut diatas sebagai doa, maka hendaknya engkau mengucapkan dalam hati saja. Apabila engkau sedih atau prihatin dengan orang yang melakukan hal-hal yang tidak baik, maka tanda keperihatianmu itu ialah engkau tidak mau membuka kejelekkan atau aib orang tersebut dihadapan orang banyak. Tetapi jika engkau menampakkan keperihatinan aib seseorang, maka itu berarti engkau membuka kejelekannya.
Cukuplah bagimu firman Allah dibawah ini untuk mencegahmu dari berbuat ghiba itu adalah
وَلَايَغْتَبْ بَعْضُكُم بَغْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ
Janganlah sebagian kamu menggunjing (melakukan ghibah) sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati, maka sudah pasti engkau merasa jijik kepadanya.
Dalam ayat tersebut Allah menyamakan engkau (yang melakukan ghibah) dengan pemakan bangkai. Karena itu sangat patut bagimu menjaga diri dari perbuatan ghibah atau membeber kejelekkan orang lain, khususnya orang Islam. Ada satu perkara yang apabila engkau mau merenungkannya tentu engkau tidak akan mebuka aib orang lain, yaitu: hendaknya engkau merenungkan keadaan diri sendiri, mempertanyakan pada diri sendiri dengan pertanyaan:
- Bukankah engkau memiliki aib atau kekurangan dzahir maupun batin
- Bukankah engkau masih melakukan kemaksiatan secara tertutup ataupun terang-terangan
Apabila engkau telah menyadari, bahwa dirimu sendiri masih mempunyai aib, mempunyai kelemahan, maka ketahuilah, bahwa orang itu mempunyai kelemahan atau ketidakmampuan menjauhi perbuatan aib tertentu. Dan udzur orang tersebut sama denga udzurmu. Kalau engkau tidak suka, apabila engkau dijelekkan dan aibmu dibeberkan, maka orang lainpun juga tidak senang, apabila dijelekkan dan aibnya dibeberkan dihadapan orang-orang.
Apabila engkau mau menutupi aib orang lain, maka Allah akan menutup semua aibmu. Tetapi jika engkau suka membeberkan aib orang lain, maka Allah bakal menunjuk orang-orang yang berlidah tajam yang akan membeberkan album sehingga engkau benar-benar malu di dunia, kemudian besok di akhirat Allah membuka aibmu dihadapan orang banyak.
Seandainya engkau melihat dzahir dan batinmu, dan engkau tidak mendapat cela atau kekurangan pada dirimu, baik dalam persoalan agama maupun urusan dunia, maka ketahuilah bahwa ketidak tahuanmu dengan cela-cela atau kekurangan diri sendiri itu merupakan kebodohan yang paling jelek. Dan ketahuilah, bahwa tidak ada aib yang lebih besar dari pada ketidak tahuan akan aib diri sendiri. Sebenarnya, andaikata Allah menghendaki engkau menjadi orang yang baik, maka dia akan memperlihatkan engkau terhadap cela-cela dirimu sendiri. Jadi apabila engkau melihat dirimu sendiri sebagai orang yang bersih dari aib, maka hal itu menunjukkan engkau benar-benar bodoh.
Kemudian apabila dugaan pada dirimu sendiri itu memang benar, yakin tidak mempunyai aib, maka bersyukurlah kepada Allah dan janganlah kebaikan dirimu itu kamu rusak dengan cara memiliki (menjelekkan) dan mengumpat aib orang lain, sebab hal yang demikian ini merupakan aib yang besar.
0 Response to "Hati-Hati Membahas Keburukkan Orang Lain"
Posting Komentar